16 November 2015 / 13 Safar 1437 H
Sering Rasulullah melewati kuburan.
Namun, kali ini berbeda. Beliau mendengar dua orang penghuni kubur yang
sedang disiksa dengan siksaan yang pedih. Azab kubur itu demikian
dahsyat sehingga beliau berhenti. Sahabat yang mengikuti beliau pun ikut
berhenti lalu Rasulullah menerangkan tentang apa yang diberitahukan
Allah tentang siksa kubur itu.
يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِى كَبِيرٍ ، ثُمَّ قَالَ بَلَى ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِى بِالنَّمِيمَةِ
“Keduanya disiksa, dan tidaklah
keduanya disiksa karena dosa besar” Lalu beliau melanjutkan sabdanya,
“Benar (sebenarnya itu dosa besar), salah satunya disiksa karena tidak
menjaga diri saat buang air kecil dan yang satu lagi disiksa karena
namimah” (HR. Bukhari)
Ketika menjelaskan hadits ini dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqalani menjelaskan bahwa “wa maa yu’adzdzibaani fii kabiir”
maksudnya adalah dua dosa itu menurut mereka (orang yang disiksa kubur
tersebut) bukanlah dosa besar. Doa itu dianggap kecil. Dosa itu
diremehkan. Padahal sebenarnya dosa itu besar dalam pandangan Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Anggapan yang meremehkan dosa itu persis seperti firman Allah:
وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“Kamu mengira bahwa hal itu adalah remeh padahal ia di hadapan Allah sangat besar” (QS. An Nur: 15)
Dua dosa yang dianggap remeh padahal
sebenarnya merupakan dosa besar dan karenanya mendatangkan siksa kubur
yang pedih itu adalah tidak menjaga diri dari kencing dan namimah.
Tidak menjaga diri dari kencing,
sebagian ulama mengartikan tidak menutu aurat saat buang air kecil.
Namun pendapat yang lebih kuat adalah tidak menjaga diri dan pakaian
pada saat buang air kecil sehingga terciprat air kencing. Akibatnya,
tubuh atau pakaiannya terkena najis dan menjadikan shalatnya tidak sah.
Sebab di antara syarat sah shalat adalah suci badan, pakaian dan tempat
shalat dari najis.
Di zaman sekarang, perkara menjaga diri
dan pakaian dari air kencing ini dianggap perkara yang remeh. Coba lihat
di pusat perbelanjaan atau tempat-tempat umum, sering kali yang
tersedia adalah tempat buang air kecil yang tidak representatif atau
urinoir yang membuat orang sulit menghindari cipratan air kencing.
Selain faktor fasilitas, faktor ‘kemalasan’ juga dominan. Setelah buang
air kecil tidak beristinja’ dengan baik, ada yang bahkan tanpa merasa
berdosa setelah buang air kecil langsung memasukkannya ke celana tanpa
istinja’. Akibatnya, celana otomatis terkena najis.
Yang kedua adalah namimah; mengadu domba
antar dua orang atau pihak agar bermusuhan. Di zaman sekarang, hal ini
juga sering dianggap remeh. Karena alasan karir, dua orang diadu. Karena
alasan bisnis, dua pesaing dibuat bermusuhan. Karena alasan politik,
fitnah dilancarkan agar dua pihak saling berlawanan. Apalagi di era
media sosial, namimah sepertinya makin dianggap remeh padahal di sisi
Allah merupakan dosa besar yang mengakibatkan pelakunya mendapat siksa
pedih di alam barzakh. Wallahu a’lam bish shawab.
(kisahikmah.com)